Sabtu, 11 April 2009

Berani Bervisi dan Berani Berbuat

Apabila kita hanya memiliki visi, namun kita tidak mewujudkannya dalam tindakan sehari-hari, akhirnya visi akan menjadi sia-sia. Gambaran mengenai masa depan selamanya tetap berada dalam pikiran kita, tidak akan menjadi kenyataan. Oleh karena itu kita disebut bermimpi.. memimpikan sesuatu yang tidak akan kita dapatkan.

Di sisi lain jika kita hanya ters beraksi, tanpa adanya visi yang jelas mengenai apa yang akan kita tuju, maka kita hanya membuang-buang waktu. Dan sayangnya, walaupun orang sudah bisa menetapkan tujuan dan sudah mengetahui bagaimana cara untuk mencapai tujuan tersebut, sebagian besar orang tetap tidak mewujudkan visinya dalam bentuk aksi nyata. Kebanyakan orang lebih cenderung malas bertindak. Akhirnya? Kembali lagi ke kalimat di atas. “Vision without action is just a dream”. Rencana yang telah dibuat hanya menjadi mimpi di siang bolong.

Untuk itulah kita juga perlu misi. Misi adalah apa yang berada di tangan kita untuk mewujudkan visi kita. Apa saja yang sekarang berada di tangan kita baik berupa gelar, posisi, pekerjaan, spesialisasi, atau harta yang kita miliki. Itulah bekal yang kita pakai untuk mewujudkan visi kita. “Cherish your own vision and your dreams as they are the children of your soul, the blueprints of your ultimate achievements”, kata Napoleon Hill.

Dan selanjutnya kita perlu Motivasi. Motivasi merupakan bahan bakar jiwa yang dapat menggerakkan manusia untuk melakukan aksi. Dengan adanya motivasi, orang-orang dengan senang hati akan melakukan hal-hal yang diperlukan untuk mencapai tujuan mereka.

Simaklah tentang visi berikut ini.

Seorang dosen ahli struktur bangunan terlibat dalam percakapan dengan mahasiswanya. Dari hasil percakapan ini, sang dosen melihat bahwa semua mahasiswanya memimpikan cita-cita yang besar di masa depan kehidupan mereka.

Ada yang berniat menjadi pemimpin bangsa, ada yang berangan-angan menjadi pakar pembangunan bidang konstruksi, yang lain bermimpi menjadi pengusaha properti. Tidak ada satupun harapan dan impian mahasiswanya yang tidak spektakuler, semuanya besar dan optimis.

Sang dosen berniat menguji lima orang mahasiswanya tentang visi hidup mereka di masa depan dan dikaitkan dengan struktur bangunan. Di hadapannya ada lima peti kedap air yang kosong. Sang dosen membebaskan lima mahasiswanya ini untuk mengisi peti yang ada dengan pilihan komponen yang ada yaitu batu kali yang besar-besar, batu kerikil, pasir, serta air. Apa saja boleh dimasukkan ke dalam masing-masing peti sampai peti ini penuh dengan komponen bangunan. Setelah menyelesaikan tugasnya, para mahasiswa diminta menjelaskan hubungannya dengan visi masa depan setiap orang kelak.

Para mahasiswa langsung beraksi. Tanpa berpikir panjang ada yang memasukkan batu kali ke dalam peti hingga penuh, selesai!. Ada yang mengambil sekop dan menyekop batu kerikil ke petinya hingga penuh, demikian dengan mahasiswa ketiga yang mengisi petinya de ngan pasir. Mahasiswa keempat sangat berbeda, dengan kecepatan serta kemudahan, ia mengambil selang dan mengisi petinya penuh dengan air, usaha yang mudah dan tidak sedikutpun mengeluarkan keringat.

Saat keempat mahasiswa ini telah selesai, mahasiswa kelima masih berjuang. Pertama-tama ia mengisi petinya dengan batu kali yang besar. Setelah penuh diambilnya sekop dan diisinya dengan batu kerikil. Peti yang sudah berat itu digoyangnya hingga batu kerikil turun memenuhi ruang di antara batu kali. Setelah peti terlihat penuh, disekopnya pasir dan kembali digoyangnya peti. Walau berat pasirpun tetap turun dan memadati peti. Belum cukup dengan itu, diambilknya selang dan diisinya peti sampai penuh dengan air.

Saat semua selesai, giliran sang dosen bertanya tentang hubungan antara apa yang mereka lakukan dengan visi hidup mereka di masa depan. Saat dosen memulai penilaian, mahasiswa mulai terlihat gelagapan dengan apa yang telah dilakukannya.

Mahasiswa pertama mengisi petinya hanya dengan batu kali besar. Ia menganggap bahwa batu kali besar itu sebagai pondasi dan kerangka dari visi masa depannya, hanya itu. Mahasiswa kedua mengisi petinya dengan batu kerikil. Ia menganggap batu kerikil cukup padat untuk mengisi ruangan peti yang ada.

Mahasiswa ketiga mengisi petinya dengan pasir. Ia beranggapan bahwa pasir yang kecil akan langsung memadati seluruh peti tanpa ada ruang yang tersisa. Mahasiswa keempat mengisi petinya dengan air dengan tujuan biarlah komponen ini yang bekerja sendiri menempati ruang mana yang harus ditempati atau diisi.

Mahasiswa kelima mengisi petinya dengan keempat jenis komponen, mulai dari batu besar sampai dengan air yang menempati seluruh peti. Ia beranggapan bahwa visi harus seperti itu, dimulai dari yang besar sebagai kerangka dan dilengkapi dengan sesuatu hal yang sedang dan kecil sebagai pengisinya.

Sang dosen tidak menunggu waktu dan memberikan nilai terbaik pada mahasiswa nomor lima. Kemudian sang dosen menyertakan alasan penilaiannya itu.

Semua mahasiswa memiliki harapan dan cita-cita besar dan spektakuler bagi hidupnya di masa depan. Namun tidak semua melakukan persiapan, membuat tindakan dan melakukan proses yang sesuai dengan visinya itu.

Mahasiswa pertama seperti membangun kerangka bangunan, visi besarnya telah ada namun visi kecil sebagai tindakan untuk mengisi rencana besarnya tidak ia lakukan. Mahasiswa pertama seperti sebuah rangka gedung apartemen tinggi yang tidak selesai karena tidak dilanjutkan dengan membangun batu bata untuk membuat dinding dan menyelesaikan tugasnya.

Mahasiswa kedua adalah tipikal banyak orang, visi besarnya ada tapi tanpa meletakkan kerangka yang kokoh dalam tindakannya untuk mewujudkan visinya. Tindakan dalam hidupnya banyak, cukup penting, namun tidak mempunyai kerangka yang jelas.

Mahasiswa ketiga adalah orang yang bermimpi besar namun hanya melakukan hal-hal yang kecil dalam hidupnya. Walau banyak usaha mewarnai hidupnya seperti banyaknya pasir, namun semua tindakannya tidak ada yang penting sehingga hal itu tidak pernah dapat menjadi dasar dan pondasi bagi mewujudkan bangunan harapan dan mimpinya.

Sedangkan mahasiswa keempat adalah orang yang mempunyai mimpi besar, namun membiarkan dirnya mengalir bersama keadaan yang ada, ia sangat tergantung keadaan dan membiarkan segala sesuatunya bergerak dengan apa adanya. Hidupnya mudah dan segalanya kelihatannya santai namun tanpa arah dan tanpa bentuk.

Dosen menganggap mahasiswa kelima sebagai pewujud visi. Dasar-dasar yang kokoh dan besar dari batu kali adalah seperti mimpi besarnya. Seperti batu kali yang sepertinya telah memenuhi peti. Namun kerangka atau pondasi tidaklah cukup. Ia percaya bahwa ada begitu banyak hal yang penting harus diambil, seperti batu kerikil mengisi ruang dalam batu kalinya. Namun ia juga percaya bahwa perkara yang kecil seperti pasir yang halus akan membuat kerangka bangunan visinya semakin padat. Mahasiswa kelima ini juga percaya ada situasi seperti air mengalir sewaktu-waktu dapat dibiarkan terjadi. Semua gabungan komponen ini seperti campuran perkara yang besar dan hal-hal yang sepele. Semuanya menolongnya mewujudkan mimpinya yang pada akhirnya membuat visi besrnya menjadi padat dan kuat.

Jangan takut bermimpi besar, namun jangan puas bermimpi besar. Ada banyak hal penting dan hal yang kelihatannya sepele harus dilakukan agar visi besar dapat dibangun.

(seperti disadur dari majalah Prime Time Edisi 01, 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar