Minggu, 12 April 2009

Membangun Negeri,,butuh Pemimpin

Inilah yang harus menjadi perhatian kita bersama. Jadi, jangan lepas tangan. Jangan hanya asyik pikirkan diri sendiri. Pikirkanlah ini dengan kritis: bahwa kalaupun kita tidak memilih (menjadi golput), toh akan ada orang-orang yang terpilih dan niscaya menjadi pemimpin kita juga. ”Biarlah, toh mereka bukan pemimpin saya, kan saya tidak memilih mereka?” Mungkin ada yang berpikir begitu. Pahamilah baik-baik, suka atau tidak suka, para caleg yang terpilih nanti akan menjadi pemimpin kita. Merekalah yang akan terlibat di parlemen nanti dalam rangka membuat kebijakan-kebijakan publik, menetapkan anggaran untuk program pembangunan ini dan itu, mengawasi pemerintah dalam kerja-kerjanya sehari-hari, dan lain sebagainya.

Jadi, jauh lebih baik jika kita memilih daripada tidak. Namun, sekali lagi ingat, memilihlah secara cerdas. Jangan memilih caleg karena uang atau sembako yang mereka bagikan, tetapi pilihlah karena kita tahu mereka berkualitas, berintegritas, dan berkarakter ”pas” sebagai pemimpin.
Sebab, merekalah yang akan mengelola modalitas besar yang kita miliki, yang setidaknya dapat dibagi empat:
  • 1) modal intelektual;
  • 2) modal sosial;
  • 3) modal struktural;
  • 4) modal material.

Mengacu pada ahli politik pertahanan asal AS, Hans Morgenthau (1947), Indonesia dengan modalitasnya itu sebenarnya mampu menjadi pemimpin dunia. Hanya saja soalnya, siapa yang mengelola dan bagaimana cara mengelola modalitas tersebut.


Kembali pada caleg-caleg yang akan kita pilih pada 9 April nanti, ingatlah juga agar jangan kita memilih mereka karena “janji-janji manis” yang ditawarkan – entah itu diberi nama visi-misi atau program kerja. Sebaliknya, pilihlah mereka yang berani menjual dirinya sendiri. Apa maksudnya? Di lembaga-lembaga negara nanti, wakil rakyat yang sejati adalah mereka yang siap bertarung secara argumentatif demi memenangkan kebijakan-keputusan yang terbaik bagi rakyat. Itu berarti, bukan saja mereka harus berani bersuara lantang, tetapi juga siap menghadapi risiko yang mungkin dihadapi. Pendeknya, mereka adalah orang-orang yang rela mengorbankan dirinya demi rakyat.

Siapa yang dipilih dalam pemilu atau pilkada

Untuk itu kita harus tahu bahwa yang akan kita pilih pada 9 April 2009 adalah: 1) calon anggota DPR (mewakili rakyat dari partai politik di aras nasional); 2) calon anggota DPRD (mewakili rakyat dari partai politik di aras provinsi di mana kita berdomisili) ; 3) calon anggota DPD (menjadi utusan daerah tanpa partai politik dari provinsi di mana kita berdomisili) . Jika kita berdomisili di daerah kabupaten atau kotamadya, maka pilihan itu bertambah satu lagi: 4) calon anggota DPRD Tingkat II (dengan sendirinya DPRD di nomor 2 menjadi DPRD Tingkat I).

Setelah semua anggota DPR/DPRD/DPD hasil pemilu itu diumumkan, barulah kita akan masuk pada Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden tanggal 7 Juli nanti. Prinsipnya sama: memilihlah secara cerdas. Ingat, masa depan Indonesia selama lima tahun ke depan akan ditentukan oleh presiden, wakil presiden, dan wakil rakyat yang kita pilih itu.

Ekses Pemilu atau pilkada

Jadi jelaslah, keberadaan para wakil rakyat itu sangat penting artinya bagi kita. Jika kebanyakan wakil rakyat itu adalah orang-orang yang tidak bermutu, maka makin tidak bermutu pulalah kehidupan kita kelak. Begitu pula sebaliknya. Karena itu berharaplah agar setidaknya 90% wakil rakyat yang terpilih untuk periode 2009-2014 nanti adalah orang-orang yang berkualitas dan berintegritas. Itu berarti, selain memiliki wawasan dan intelektualitas yang memadai, mereka juga berkarakter ”pas” sebagai pemimpin, yakni yang berani bersuara lantang demi kebenaran dan siap menghadapi pelbagai risikonya.

Jika harapan itu tercapai, niscaya Indonesia yang adil dan sejahtera dapat diwujudkan dalam waktu yang tak terlalu lama lagi. Sebaliknya, jika mereka yang akan duduk di lembaga legislatif itu adalah orang-orang yang umumnya kurang berkualitas dan kurang berintegritas, niscaya Indonesia tetap begini-begini saja atau malah terpuruk.

Pemilu atau Pilkada - 03

Kedua, camkanlah sebuah prinsip penting dalam rangka memasuki hari “H” 9 April. Yakni: memilihlah secara rasional dan kalkulatif. Itulah pemilih yang cerdas, yang tidak asal pilih. Dasar berpikirnya begini: jika ia memilih seorang caleg, maka si caleg itu nantinya harus dapat menghasilkan hal-hal yang positif bagi kemaslahatan hidup rakyat. Untuk itulah ia melakukan seleksi ketat terhadap caleg-caleg yang akan dipilihnya. Ia mengumpulkan data dan profil para caleg itu selengkap mungkin, lalu mendiskusikannya dengan orang-orang lain yang berkompeten.

Kebalikan dari itu adalah pemilih tak cerdas. Ia berpikir bahwa memilih itu relatif murah harganya. Hanya perlu meluangkan waktu sebentar saja untuk datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS), lalu contreng sana contreng sini, selesailah sudah. Bahwa para caleg yang dipilih itu kurang berintegritas dan berkualitas, peduli apa. “Toh, saya punya kehidupan sendiri yang tidak akan terpengaruh oleh keberadaan mereka di lembaga legislatif nanti,” mungkin begitu cara berpikir mereka. “Toh, saya tidak rugi.” Begitulah pertimbangannya. Betul-betul tidak kalkulatif.

Inilah yang perlu dikritisi. Kita harus memahami bahwa pemilu adalah bagian dari proses politik yang harus diselenggarakan secara periodik oleh negara republik dan demokratis seperti Indonesia. Melalui pemilulah kita selaku rakyat menempatkan sejumlah orang di lembaga legislatif untuk mewakili kita dalam rangka pembuatan kebijakan publik, perumusan anggaran negara untuk melaksanakan program-program pembangunannya, dan untuk mengawasi kinerja pemerintah. Jadi jelaslah, hampir semua urusan kehidupan kita sehari-hari diatur oleh kebijakan mereka. Makin besar atau makin kecilnya anggaran pemerintah untuk mengelola lingkungan hidup, kesehatan-sanitasi, pendidikan, transportasi, dan lain sebagainya, semuanya juga tergantung pada mereka.

Jadi jelaslah, keberadaan para wakil rakyat itu sangat penting artinya bagi kita. Jika kebanyakan wakil rakyat itu adalah orang-orang yang tidak bermutu, maka makin tidak bermutu pulalah kehidupan kita kelak. Begitu pula sebaliknya. Karena itu berharaplah agar setidaknya 90% wakil rakyat yang terpilih untuk periode 2009-2014 nanti adalah orang-orang yang berkualitas dan berintegritas. Itu berarti, selain memiliki wawasan dan intelektualitas yang memadai, mereka juga berkarakter ”pas” sebagai pemimpin, yakni yang berani bersuara lantang demi kebenaran dan siap menghadapi pelbagai risikonya.

Pemilu atau Pilkada - 02

Pertama, pemilu ataupun pilkada apa sejenisnya adalah sarana untuk perubahan di masa depan. Jadi, tujuannya adalah perubahan. Sedangkan pemilu adalah alat yang harus kita gunakan. Untuk itulah kita sepatutnya berpartisipasi, jika kita merasa terpanggil untuk ikut menjadi penentu masa depan Indonesia -- bukan sekadar penonton. Tapi nanti, bagaimana jika orang-orang yang kita pilih nanti untuk menjadi pejabat-pejabat publik itu sama saja dengan yang sudah-sudah (korup, lupa diri, dan yang sejenisnya)? Tidak, tak mungkin sama. Pasti ada bedanya. Bukankah sudah terbukti bahwa era sekarang jauh berbeda dengan era Soeharto?

Jadi, janganlah menggeneralisir. Memang, sangat mungkin para wakil rakyat yang terpilih nanti juga banyak yang tidak berkualitas. Benar, tak ada jaminan bahwa orang-orang yang kita pilih nanti betul-betul sesuai harapan. Tapi paling tidak, kita masih punya harapan, sehingga karena itulah kita harus memilih orang-orang yang setidaknya sudah kita ketahui rekam-jejaknya.

Noam Chomsky, seorang ilmuwan politik asal Amerika Serikat (AS), pernah berkata begini: “Jika Anda berlaku seolah-olah tak ada peluang bagi perubahan, maka sebetulnya Anda sedang menjamin bahwa memang tak akan ada perubahan.” Ia benar. Kitalah yang harus memperjuangkan perubahan itu dengan cara terlibat aktif di dalamnya. Berdasarkan itu sambutlah pemilu sebagai warga negara yang bertanggungjawab, yang ingin melihat masa depan Indonesia lebih baik. Karena itu pula, selepas pemilu nanti, pantaulah terus orang-orang yang telah kita pilih, agar mereka tetap “berada di jalan yang benar” ketika mereka sudah duduk di jabatan-jabatan publik yang strategis itu.

Pemilu atau Pilkada - 01

Pemilu Legislatif 9 April 2009 sudah di ambang pintu. Boleh jadi masih banyak di antara kita yang masih bertanya-tanya seperti ini: “Apa sih gunanya ikut pemilu? Lagi pula saya tidak kenal seorang pun di antara para caleg (calon anggota legislatif) yang sudah memenuhi jalan-jalan dengan alat-alat kampanyenya itu, jadi bagaimana saya mau memilih mereka?”

Baiklah kita bahas kedua pertanyaan itu satu persatu

Sesuap Nasi dan UMR

Sesuap NASI dan SEBERKAS BINTANG
by Y.S. Aji Soedarsono
6 April 2009

Seorang anak lelaki kecil bermata sipit menjajakan krupuk, kepada penumpang yang menaiki mobil mereka selepas belanja di pertokoan. Umurnya belum lagi 10 tahun. Dari kejauhan, si ibu dari anak ini memerhatikan dari kios makanan kecil di dekat mobil-mobil yang parkir itu. Kadang-kadang, tawaran diabaikan penumpang mobil, kadang-kadang ada yang membeli.

Itu adalah salah satu cara orang dewasa untuk mendidik anak-anak mereka. Mereka ingin agar anak-anak mereka nantinya dapat mandiri. Mandiri dalam arti dapat mencari SESUAP NASI, untuk dirinya dan untuk keluarganya.

Mungkin, anak tadi memang bercita-cita menjadi pedagang seperti orangtuanya.

Dengan adanya sesuap nasi inilah, maka di tiap-tiap daerah ada yang namanya UMR, Upah Minimum Regional. Artinya, seorang anak muda yang telah "selesai" sekolah, dan berjaya mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan UMR, dianggap telah dapat mandiri dengan mendapat "Sesuap Nasi."

Apakah cita-cita seseorang cukup hanya untuk mendapat Sesuap NASI?
Apa pula yang dimaksud dengan SEBERKAS BINTANG?

Perilaku Masyarakat Cityzenship

Perilaku warga maya, menurut Dan Gillmor dalam We the Media (2004), adalah cerminan rakyat ”dunia nyata” yang bila memiliki akses berdialog dengan tokoh publik akan memanfaatkan peluang itu sebaik-baiknya. Yang membedakan, karena rakyat dunia maya adalah audiens yang bisa langsung merespons secara kritis dan menempatkan diri setara dengan siapa saja. Mereka adalah representasi warga yang sadar akan haknya dan tak mudah digiring untuk percaya pada suatu pandangan.

Gelombang New Media tak pelak menuntut perubahan model komunikasi pejabat pemerintah, politisi, korporat, dan media mainstream, empat elemen yang selama ini menguasai kanal informasi dan publikasi. Sekarang ada arus We Media, yakni orang- orang biasa yang aktif bercakap di dunia virtual melalui media alternatif yang mereka ciptakan dan isi sendiri. Topik yang mereka bahas terbentang dari hal terpenting hingga yang paling remeh, termasuk kiprah penguasa dan politisi korup, perusahaan yang menipu konsumen, dan media besar yang kehilangan independensi. Suara warga dunia maya ini begitu kencang.

Pada Pemilu 2009, peran New Media jelas semakin signifikan. Preseden gemilang telah dicatat Barack Obama dalam Pilpres AS, ketika barisan pendukung dan relawan yang direngkuhnya tumbuh pesat berkat Web-based organizing campaigns. Di Tanah Air, politisi ramai-ramai mengikuti jejak Obama, merambah blog dan SNS (social network system), seperti Facebook dan Youtube. Tak cukup beriklan di media mainstream, tim komunikasi caleg dan capres pun terjun ke media alternatif.

Penguasa, Capres, dan "New Media"-02

Di Indonesia, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dapat diikuti aktivitasnya di situs www.presidensby. info. Tapi ini media resmi, bukan sebuah kanal komunikasi yang didesain agar sang presiden bisa bercakap-cakap secara lebih personal dengan publik. Yang jadi berita heboh pekan ini justru blog Wakil Presiden Jusuf Kalla yang sejak Rabu (4/3) mengisi lahan blogger tamu Kompasiana. Postingan pertama berjudul ”Assalamu Alaikum”, tulisan dua paragraf sebagai salam pembuka, yang langsung disambut riuh komentar pembaca. Beberapa jam sebelumnya, Ketua Partai Gerindra Prabowo Subianto juga menulis blog di Kompasiana. Postingan pertama Prabowo berjudul ”Pengalaman Singkat Saya Bermilis” ditayangkan di laman public blogger. Ia pun juga panen puluhan komentar dan meroket sebagai salah satu tulisan terpopuler.

Menarik perhatian

Respons yang tumpah ruah bagi Kalla dan Prabowo bukan hal yang mengejutkan. Pejabat, politisi, dan newsmaker lain yang memutuskan membuat media personal pastilah menarik perhatian. Publik ingin tahu, bagaimana sosok yang selama ini diberitakan, kini mengabarkan diri atau menyajikan pikirannya sendiri. Bagi sang tokoh, membuktikan bahwa tulisan itu karya sendiri adalah tantangan awal untuk menumbuhkan kepercayaan audiens meski tentunya agak sulit meyakinkan audiens bahwa capres dan wapres yang supersibuk bakal punya waktu membaca semua komentar.

Penguasa, Capres, dan "New Media"-01

Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad mengumumkan peluncuran blog-nya pada 14 Agustus 2006 dan laporan media menyebutkan partisipasi di online voting blog tersebut melampaui angka 12.000 pada hari pertama. Dan, ketika berita ini tersebar ke seluruh penjuru dunia, banyak yang mengeluh tak bisa mengakses blog tersebut saking padatnya kunjungan warga maya (netizen).

Keputusan tokoh dunia yang kencang mengkritik AS dan Barat ini untuk menyapa dunia melalui blog memang jadi berita kala itu. Ada yang memuji, tapi tak sedikit yang mengkritik, bahkan mencurigai. Aktivis hak asasi manusia (HAM) di Barat yang mengecam kontrol ketat atas media di Iran, termasuk terhadap blogger, mencibir dan mengatakan blog Ahmadinejad itu propaganda terselubung rezim yang dipimpinnya.

Meski tak banyak tulisan yang diposting Ahmadinejad dalam tiga tahun terakhir dan bahkan tak ada artikel sepanjang tahun 2008, ia setidaknya telah menunjukkan upaya komunikasi personal kepada dunia. Blog yang tersaji dalam empat bahasa: Persia, Arab, Inggris, dan Perancis itu diawali dengan biografi panjang. Ketika respons pengunjung memuncak sementara postingannya semakin gersang, Ahmadinejad menjelaskan bahwa ia tetap teguh pada janjinya meluangkan waktu 15 menit per minggu (ya betul, hanya 15 menit per minggu!) memeriksa semua pesan. Ia dibantu sejumlah mahasiswa melakukan tabulasi pesan yang disebutnya sebagai masukan penting yang perlu ditindaklanjuti.

Dengan alokasi waktu yang superminim untuk memelihara blog-nya, pada pengujung tahun 2007, Ahmadinejad mengumumkan bahwa ia memutuskan untuk memanfaatkan waktu itu untuk membaca pesan yang masuk daripada menulis postingan baru. ”Semua pesan saya baca, termasuk pesan yang dibuka dengan kalimat: saya tahu bahwa presiden tidak akan membaca pesan ini....”

Blog ini sudah lama tidak diperbarui, tapi Ahmadinejad menangguk untung: pesan tetap terus mengalir dan ia memiliki ”kolam ide” berkat komentar dari segala penjuru dunia.

Apakah masih ada uang dalam Pemilu 2009 ?

Jakarta - Ketua Bawaslu Nur Hidayat Sardini mengaku, modus politik uang dalam Pemilu 2009 sekarang ini lebih canggih dibandingkan Pemilu 2004. Ia menggambarkan, modelnya lama, tapi "direvisi" menjadi lebih canggih. "Secara umum, pelanggaran kampanye Pemilu 2009 modusnya meningkat, lebih canggih dibandingkan Pemilu 2004. Terutama politik uang, dilakukan lebih lihai, karena dengan cara dari rumah ke rumah, bukan oleh partai politik (parpol), tapi oleh calon anggota legislatif (caleg). Kekuatannya ada pada caleg, karena mereka punya kepentingan langsung. Ada positifnya karena sosialisasi pemilu ada tulang punggungnya. Tetapi negatifnya di situ," papar Nur di Istana Negara, Jakarta, Selasa (7/4).

Dia mencontohkan, pemberian bingkisan dilaksanakan setelah hari pemungutan suara. Pemberian uang dan barang, misalnya, akan lewat pihak ketiga. "Jadi panwas mengejar ke sini, tapi larinya ke sana. Kalau nggak pakai tim kampanye tercatat, itu sulit, tapi pakai nama orang lain, pihak ketiga, bahkan pihak keempat," ujarnya.

Mengenai tindak lanjut temuan pelanggaran kampanye, Nur menyatakan, pihaknya akan memilah parpol mana yang akan diberi kesempatan untuk memberikan klarifikasi dan mana yang tidak. Untuk kasus yang terkait administrasi pemilu dan tidak memerlukan keterangan tambahan, Bawaslu akan langsung ke KPU karena bukti dan pasal pelanggarannya jelas. Nanti KPU yang akan menindaklanjuti.

Jika terkait tindak pidana pemilu, dalam hukum acara pidana Bawaslu bisa meminta keterangan tambahan kepada terlapor. Tindak pidana Pemilu 2009, lebih banyak karena membawa anak di bawah umur saat berkampanye, politik uang, perusakan alat peraga, penyalahgunaan jabatan dan wewenang, seperti memobilisasi PNS.

Mengecewakan

Koalisi Masyarakat Pemantau Pemilu (KMPP), di Jakarta, Selasa (7/4). menilai kinerja Bawaslu selama musim kampanye mengecewakan. Pengawasan Bawaslu tidak menyentuh hal-hal yang substantif, melainkan hanya menindak pelanggaran- pelanggaran ringan saja.

Wakil Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Jojo Rohi mengatakan, Bawaslu harusnya lebih memprioritaskan pengawasan dan penegakan hukumnya pada hal-hal yang bersifat prinsip. Artinya, ketentuan-ketentuan bila dilanggar akan bertentangan dengan prinsip pemilu langsung, umum, bebas, dan rahasia (luber), serta prinsip jujur dan adil (jurdil).

Pelanggaran itu, menurutnya, seperti penggunaaan fasilitas negara dan politik uang. Oleh karena itu, menurutnya, Bawaslu kini harus bersikap tegas dengan memproses hukum pelanggaran- pelanggaran tersebut, agar setidaknya menimbulkan efek jera pada peserta pemilu.

"Lembaga Gakumdu (Penegakan Hukum Terpadu-red) , dan pihak-pihak terkait harus memprioritaskan hal ini," ujarnya.

Koordinator Divisi Kepemiluan Konsorsium Reformasi Hukum Nasional Yulianto mengatakan, Bawaslu masih lebih mementingkan sisi kuantitatif dalam kerjanya. Bawaslu banyak mencatat pelanggaran pemilu yang sesungguhnya tidak menyentuh hal-hal prinsip. "Kalau pun banyak pelanggaran yang dilaporkan, lebih banyak masih soal pelanggaran lalu lintas, seperti pengendara tidak memakai helm," ujarnya. (dina sasti damayanti/vidi vici)

Apa masalahnya dan SBY

Terlihat jelas dan nyata bahwa memang akar permasalahan Bangsa Indonesia adalah Korupsi yang sudah merasuk sampai tulang sum-sum kehidupan Bangsa. Perlu upaya pergantian Kabinet 5 tahun lagi (yang artinya 25 tahun lamanya) agar Indonesia benar-benar bebas korupsi, sebagaimana dikatakan oleh Mantan Jaksa Agung Abdurrahman Saleh. Akan tetapi, pemberantasan Korupsi harus dimulai sejak kapan apabila bukan sejak dini? Demikian kiranya SBY merespons kehausan publik dalam Kampanye 2004 & 2009.

Terbentuknya KPK & diseretnya para Koruptor ke meja hijau memberikan lampu hijau bagi rakyat akan keseriusan Pemimpinnya yang akan melaksanakan amanat Reformasi itu. Di Pemilu 2004 SBY boleh kalah dalam Pemilu Legislatif, namun menang dalam Pemilu Eksekutif. Rakyat maklum jika dalam Pemerintahan sekarang sepak terjang SBY cukup terbatas, karena Ia merasa perlu memperhatikan suara di dalam Parlemen yang tidak didominasi oleh Partainya. Di Pemilu 2009, agaknya Rakyat mecoba kembali kebolehan SBY untuk berlaga di Kancah Perpolitikan Nasional, sehingga tidak ada lagi "excuse" di akhir masa jabatannya apabila ia bertindak setengah-hati menjalankan amanat Reformasi.

Rakyat agaknya sudah mulai bosan diberikan janji-janji Surga tentang sembako murah yang berasal dari dana pinjaman yang tidak jelas sampai kapan akan lunas terbayar. Rakyat sudah mulai jemu dengan janji-janji politik yang ditebarkan pada saat Pemilu namun hilang lenyap ketika menjalankan roda pemerintahan. Rakyat merasa tidak rela membayar pajak apabila uang mereka dihambur-hamburkan oleh Dewan Rakyat yang terhormat demi kepentingan pribadi mereka. Istilah kata "Ada Pemilu Datang, Abang Disayang ; Ketika Pemilu Hilang, Abang Melayang."

Semoga SBY dapat segera menyusun Kabinet Bayangan dan komposisi Pandawa Ekonominya, karena Krisis yang menghantam negara-negara Maju benar-benar sangat dahsyat. Indonesia masih dapat selamat sampai Kuartal 1 Tahun 2009 karena Pemilu Legislatif. Banyak pengeluaran Dana Kampanya yang berhasil menggerakan roda perekonomian rakyat. Diperkirakan denyut nadi perekonomian masih akan terus bergerak sampai Kuartal 3 Tahun 2009 karena Pemilu Eksekutif di Bulan Oktober. Kita semua berdoa agar ketika selesai Pemilu Eksekutif, Krisis di negara-negara Maju akan berakhir, sehingga Ekspor Indoneisa dapat berjalan normal kembali. Dengan terpilihnya Presiden yang jujur dalam menjalankan amanat Reformasi & dengan ditopang oleh Para Pandawa Ekonomi yang cakap, bersih, & berani, niscaya Investasi Asing akan masuk & tentunya Indonesia akan maju selangkah lagi.

Kata Dewan Pakar..

Intinya, masyarakat Indonesia sudah mulai pintar dan dapat berpikir kritis. Mereka sadar bahwa dalam pemerintahan sekarang posisi SBY terjepit. Istilah kata, "maju kena - mundur pun kena." SBY ingin melaksanakan cita-cita Reformasi yang Hakiki, yakni pemberantasan Korupsi yang selalu didengung-dengungka n dalam Kampanye 2004 maupun 2009. SBY merasa mempunyai Kontrak Politik dengan Rakyat Indonesia sebagai pemilih. Disisi lain, apabila Ia bertindak terlalu radikal, Ia akan dijegal di Parlemen. Untuk menyiasatinya, maka Ia perlu memilih Para Pembantu yang handal, berani bertindak, & jujur. Beberapa Pandawa Ekonomi yang dipilihnya memang sudah kita kenal dengan baik di jalur Akademisi, Korporat, Lembaga Sosial Masyarakat, & Kancah Internasional, seperti:

1. Sri Mulyani (Akademisi - Dosen UI; LSM - Lembaga Penyelidikan Ekonomi &
Masyarakat FEUI; Korporat - Ex. Komisaris Astra International Tbk.; & Kancah
International - Direktur IMF untuk Kawasan Asia Pasifik).

2. Mari Pangestu (Akademisi - Dosen UI; LSM - Center for Strategic &
International Studies (CSIS); Korporat - Ex. Komisaris Jakarta Setiabudi
International; & Kancah International - Mitra Bestari dari Bulletin of Indonesian
Economic Studies (BIES) yang diterbitkan oleh Australian National University
(ANU), yang merupakan salah satu Jurnal Ilmiah International Yang
Terakreditasi untuk masalah Ekonomi di Kawasan Asia Pasifik secara umum &
Indonesia secara spesifik).

3. Dr. Boediono (Akademisi - Dosen UGM; Birokrat - Mantan Menkeu era
Megawati; & Kancah International - Mitra Bestari dari BIES)

Terlepas dari Pro & Kontra apakah mereka adalah Antek-Antek Kapitalis yang menjerumuskan Bangsa Indonesia ke dalam jurang ketergantungan atau apakah mereka adalah Agen IMF (The IMF Girls), yang jelas, sepak terjang Pandawa Ekonomi ini di Depkeu secara umum & Ditjen Pajak & Bea Cukai secara khusus, patut diacungi jempol. Tak heran jika Ia dianugerahi sebagai The Best Asian Finance Minister & Menteri yang berhasil mereformasi Direktorat yang paling Korup di Indonesia. Yang lebih hebatnya lagi adalah, Para Pandawa Ekonomi ini terlepas dari kegiatan Politik Praxis, sehingga segala tindakan mereka cenderung Netral & mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat.

Pundi-pundi Parlemen

Sebagai gambaran saja, penerimaan anggota DPR terbagi menjadi tiga kategori, yaitu:

1. Penerimaan Rutin Per Bulan,
2. Penerimaan Non-Rutin, dan
3. Penerimaan Insidental (sesekali saja).

Penerimaan Rutin Per Bulan meliputi:
1. Gaji Pokok = Rp. 15,510,000,-
2. Tunjangan Listrik = Rp. 5,496,000,-
3. Tunjangan Aspirasi = Rp. 7,200,000,-
4. Tunjangan Kehormatan = Rp. 3,150,000,-
5. Tunjangan Komunikasi = Rp. 12,000,000,-
6. Tunjangan Pengawasan = Rp. 2,100,000,-
------------ --------- --------- --------- --------- -------
Jumlah Per Bulan = Rp. 45,456,000,-
Jumlah Per Tahun = Rp. 545,472,000, - (A)

Masing-masing Anggota DPR mendapatkan gaji yang sama tanpa meilhat dari Komisi manakah dia berasal.

Penerimaan Non-Rutin meliputi:
1. Gaji Ke-13 (diterima setiap Bulan Juni) = Rp. 16,400,000,-
2. Dana Penyerapan (Dana Reses = Rp. 31,500,000,- )
Dalam 1 tahun masa sidang, ada 4 kali masa Reses,
sehingga penerimaan selama 1 tahun adalah = Rp. 126,000,000, -
------------ --------- --------- --------- --------- --------- --------- --------- --------- ----
Jumlah Per Tahun = Rp. 142,400,000, - (B)

Penerimaan Insidental (C) meliputi:
1. Dana Intensif Pembahasan RUU dan Honor melalui Uji Kelayakan dan
Kepatutan sebesar Rp. 5,000,000,- / Kegiatan.
2. Dana Kebijakan Insentif Legislatif sebesar Rp. 1,000,000,- / RUU

Jika dihitung jumlah keseluruhan yang diterima anggota DPR dalam setahun mencapai Rp. 687,872,000, - (A + B). Belum lagi dana yang diterima dari Penerimaan Insidental (C). Dengan demikian, semakin banyak produk hukum yang ditelurkan, semakin besar pula Penerimaan yang didapat dari Komponen C ini. Pantas saja, jika dalam Pemilu Legislatif kemarin, mereka mengejar kursi di Parlemen.

Berlomba menjadi anggota Parlemen

Sudah menjadi rahasia umum bahwa dalam pembahasan Undang-Undang pasti ada upeti yang mengalir kepada Dewan Legislatif dalam rangka menggolkan RUU. Sebagaimana hasil penuturan beberapa saksi dalam Kasus Dugaan Suap kepada Legislatif dengan menggunakan Dana Yayasan Kesejahteraan Karyawan Bank Indonesia untuk menggolkan Undang-Undang tentang BI, dapat disimpulkan bahwa secara umum produk hukum yang akan disahkan Parlemen memang ada uang pelicinnya. Dananya biasanya datang dari pihak yang berkepentingan. Untuk Komisi-Komisi yang umumnya tidak basah, mereka mencari lahan dengan cara menelurkan produk hukum yang tidak mutu, contohnya adalah Undang-Undang Pornografi.

Beberapa masyarakat Luar Negeri sempat mengkonfirmasikan, apakah benar jika seorang Pria bertelanjang dada & hanya menggunakan celana pendek di Bali atau Lombok dapat dijerat dengan pasal-pasal pidana? Begitu pula dengan seorang Wanita yang mengenakan bikini dengan bersarungkan Kain Pantai sambil berjalan-jalan di Kuta Square & Pasar Seni Ancol dapat dikategorikan sebagai tindakan porno aksi? Permasalahannya adalah di Negara mereka, suhu udara dapat mencapai kurang dari 10 Derajat Celcius, sedangkan di Indonesia, suhu udara berkutat pada kisaran 30 Derajat Celcius (yang menurut mereka sangat panas & lembab). Dengan demikian, memang tidak ada niat untuk pamer-pamer aurat. Mereka banyak yang takut berkunjung ke Indonesia, sehingga slogan Visit Indonesian Year 2008 hanya isapan jempol. Darimanakah datangnya Devisa kita apabila bukan dari Pariwisata, ditengah melemahnya ekspor?

Nasib Bangsa Indonesia

Sudah diramalkan oleh banyak pengamat bahwa Partai Demokrat akan keluar sebagai Bintang dalam Pemilu Legislatif, karena Sosok SBY masih dianggap cukup popular di dalam masyarakat, sehingga Sosok SBY terasa cukup kuat untuk mendongkrak perolehan suara untuk Partai ini. Masyarakat yang semula menginginkan angin perubahan, yang sebelum Pemilu Legislatif dilaksanakan, sempat berpikir "ABS" (Asal Bukan SBY), ternyata mulai berpikir kritis-pragmatis & logis. Bukan saatnya lagi masyarakat kita menjiplak mentah-mentah perilaku masyarakat Amerika Serikat yang mengusung Motto "ABB" (Asal Bukan Bush) untuk menyelesaikan masalah dalam negeri mereka, sehingga di luar dugaan, Presiden yang berasal dari Kulit Hitam pun dapat dipilih menjadi Panglima dari Negara Adidaya ini (pertama kali dalam sejarah Amerika Serikat yang mayoritas warganya adalah Kulit Putih), karena masyarakat ingin suatu hal yang baru, yakni perubahan itu sendiri.

Kondisi di Indonesia tidaklah sama dengan kondisi di Negeri Paman Sam. Pemerintahan SBY saat ini memang terlihat seolah-olah melaksanakan Reformasi "Setengah-Hati. " Akan tetapi, masyarakat maklum, karena kendatipun SBY menang dalam Pemilu Eksekutif, dia juga merasa perlu mendengar suara Parlemen. Memang SBY tidak mungkin digulingkan oleh Legislatif (seperti kasus Mantan Presiden sebelumnya), karena proses pemilihan SBY adalah dilakukan oleh Rakyat Indonesia & bukan oleh Legislatif. Akan tetapi, SBY merasa perlu menjalin hubungan baik dengan Partai Pemenang Pemilu 2004 untuk menggolkan semua rencana-rencana pembangunan ekonominya. Dengan suasana riuh, sulit bagi Kabinet SBY untuk mengimplementasikan program-program ekonominya, karena bisa jadi Rancangan Undang-Undang (RUU) yang disusun oleh Eksekutif akan ditolak mentah-mentah di Parlemen.

Sabtu, 11 April 2009

Berani Bervisi dan Berani Berbuat

Apabila kita hanya memiliki visi, namun kita tidak mewujudkannya dalam tindakan sehari-hari, akhirnya visi akan menjadi sia-sia. Gambaran mengenai masa depan selamanya tetap berada dalam pikiran kita, tidak akan menjadi kenyataan. Oleh karena itu kita disebut bermimpi.. memimpikan sesuatu yang tidak akan kita dapatkan.

Di sisi lain jika kita hanya ters beraksi, tanpa adanya visi yang jelas mengenai apa yang akan kita tuju, maka kita hanya membuang-buang waktu. Dan sayangnya, walaupun orang sudah bisa menetapkan tujuan dan sudah mengetahui bagaimana cara untuk mencapai tujuan tersebut, sebagian besar orang tetap tidak mewujudkan visinya dalam bentuk aksi nyata. Kebanyakan orang lebih cenderung malas bertindak. Akhirnya? Kembali lagi ke kalimat di atas. “Vision without action is just a dream”. Rencana yang telah dibuat hanya menjadi mimpi di siang bolong.

Untuk itulah kita juga perlu misi. Misi adalah apa yang berada di tangan kita untuk mewujudkan visi kita. Apa saja yang sekarang berada di tangan kita baik berupa gelar, posisi, pekerjaan, spesialisasi, atau harta yang kita miliki. Itulah bekal yang kita pakai untuk mewujudkan visi kita. “Cherish your own vision and your dreams as they are the children of your soul, the blueprints of your ultimate achievements”, kata Napoleon Hill.

Dan selanjutnya kita perlu Motivasi. Motivasi merupakan bahan bakar jiwa yang dapat menggerakkan manusia untuk melakukan aksi. Dengan adanya motivasi, orang-orang dengan senang hati akan melakukan hal-hal yang diperlukan untuk mencapai tujuan mereka.

Simaklah tentang visi berikut ini.

Seorang dosen ahli struktur bangunan terlibat dalam percakapan dengan mahasiswanya. Dari hasil percakapan ini, sang dosen melihat bahwa semua mahasiswanya memimpikan cita-cita yang besar di masa depan kehidupan mereka.

Ada yang berniat menjadi pemimpin bangsa, ada yang berangan-angan menjadi pakar pembangunan bidang konstruksi, yang lain bermimpi menjadi pengusaha properti. Tidak ada satupun harapan dan impian mahasiswanya yang tidak spektakuler, semuanya besar dan optimis.

Sang dosen berniat menguji lima orang mahasiswanya tentang visi hidup mereka di masa depan dan dikaitkan dengan struktur bangunan. Di hadapannya ada lima peti kedap air yang kosong. Sang dosen membebaskan lima mahasiswanya ini untuk mengisi peti yang ada dengan pilihan komponen yang ada yaitu batu kali yang besar-besar, batu kerikil, pasir, serta air. Apa saja boleh dimasukkan ke dalam masing-masing peti sampai peti ini penuh dengan komponen bangunan. Setelah menyelesaikan tugasnya, para mahasiswa diminta menjelaskan hubungannya dengan visi masa depan setiap orang kelak.

Para mahasiswa langsung beraksi. Tanpa berpikir panjang ada yang memasukkan batu kali ke dalam peti hingga penuh, selesai!. Ada yang mengambil sekop dan menyekop batu kerikil ke petinya hingga penuh, demikian dengan mahasiswa ketiga yang mengisi petinya de ngan pasir. Mahasiswa keempat sangat berbeda, dengan kecepatan serta kemudahan, ia mengambil selang dan mengisi petinya penuh dengan air, usaha yang mudah dan tidak sedikutpun mengeluarkan keringat.

Saat keempat mahasiswa ini telah selesai, mahasiswa kelima masih berjuang. Pertama-tama ia mengisi petinya dengan batu kali yang besar. Setelah penuh diambilnya sekop dan diisinya dengan batu kerikil. Peti yang sudah berat itu digoyangnya hingga batu kerikil turun memenuhi ruang di antara batu kali. Setelah peti terlihat penuh, disekopnya pasir dan kembali digoyangnya peti. Walau berat pasirpun tetap turun dan memadati peti. Belum cukup dengan itu, diambilknya selang dan diisinya peti sampai penuh dengan air.

Saat semua selesai, giliran sang dosen bertanya tentang hubungan antara apa yang mereka lakukan dengan visi hidup mereka di masa depan. Saat dosen memulai penilaian, mahasiswa mulai terlihat gelagapan dengan apa yang telah dilakukannya.

Mahasiswa pertama mengisi petinya hanya dengan batu kali besar. Ia menganggap bahwa batu kali besar itu sebagai pondasi dan kerangka dari visi masa depannya, hanya itu. Mahasiswa kedua mengisi petinya dengan batu kerikil. Ia menganggap batu kerikil cukup padat untuk mengisi ruangan peti yang ada.

Mahasiswa ketiga mengisi petinya dengan pasir. Ia beranggapan bahwa pasir yang kecil akan langsung memadati seluruh peti tanpa ada ruang yang tersisa. Mahasiswa keempat mengisi petinya dengan air dengan tujuan biarlah komponen ini yang bekerja sendiri menempati ruang mana yang harus ditempati atau diisi.

Mahasiswa kelima mengisi petinya dengan keempat jenis komponen, mulai dari batu besar sampai dengan air yang menempati seluruh peti. Ia beranggapan bahwa visi harus seperti itu, dimulai dari yang besar sebagai kerangka dan dilengkapi dengan sesuatu hal yang sedang dan kecil sebagai pengisinya.

Sang dosen tidak menunggu waktu dan memberikan nilai terbaik pada mahasiswa nomor lima. Kemudian sang dosen menyertakan alasan penilaiannya itu.

Semua mahasiswa memiliki harapan dan cita-cita besar dan spektakuler bagi hidupnya di masa depan. Namun tidak semua melakukan persiapan, membuat tindakan dan melakukan proses yang sesuai dengan visinya itu.

Mahasiswa pertama seperti membangun kerangka bangunan, visi besarnya telah ada namun visi kecil sebagai tindakan untuk mengisi rencana besarnya tidak ia lakukan. Mahasiswa pertama seperti sebuah rangka gedung apartemen tinggi yang tidak selesai karena tidak dilanjutkan dengan membangun batu bata untuk membuat dinding dan menyelesaikan tugasnya.

Mahasiswa kedua adalah tipikal banyak orang, visi besarnya ada tapi tanpa meletakkan kerangka yang kokoh dalam tindakannya untuk mewujudkan visinya. Tindakan dalam hidupnya banyak, cukup penting, namun tidak mempunyai kerangka yang jelas.

Mahasiswa ketiga adalah orang yang bermimpi besar namun hanya melakukan hal-hal yang kecil dalam hidupnya. Walau banyak usaha mewarnai hidupnya seperti banyaknya pasir, namun semua tindakannya tidak ada yang penting sehingga hal itu tidak pernah dapat menjadi dasar dan pondasi bagi mewujudkan bangunan harapan dan mimpinya.

Sedangkan mahasiswa keempat adalah orang yang mempunyai mimpi besar, namun membiarkan dirnya mengalir bersama keadaan yang ada, ia sangat tergantung keadaan dan membiarkan segala sesuatunya bergerak dengan apa adanya. Hidupnya mudah dan segalanya kelihatannya santai namun tanpa arah dan tanpa bentuk.

Dosen menganggap mahasiswa kelima sebagai pewujud visi. Dasar-dasar yang kokoh dan besar dari batu kali adalah seperti mimpi besarnya. Seperti batu kali yang sepertinya telah memenuhi peti. Namun kerangka atau pondasi tidaklah cukup. Ia percaya bahwa ada begitu banyak hal yang penting harus diambil, seperti batu kerikil mengisi ruang dalam batu kalinya. Namun ia juga percaya bahwa perkara yang kecil seperti pasir yang halus akan membuat kerangka bangunan visinya semakin padat. Mahasiswa kelima ini juga percaya ada situasi seperti air mengalir sewaktu-waktu dapat dibiarkan terjadi. Semua gabungan komponen ini seperti campuran perkara yang besar dan hal-hal yang sepele. Semuanya menolongnya mewujudkan mimpinya yang pada akhirnya membuat visi besrnya menjadi padat dan kuat.

Jangan takut bermimpi besar, namun jangan puas bermimpi besar. Ada banyak hal penting dan hal yang kelihatannya sepele harus dilakukan agar visi besar dapat dibangun.

(seperti disadur dari majalah Prime Time Edisi 01, 2009)