Minggu, 12 April 2009

Membangun Negeri,,butuh Pemimpin

Inilah yang harus menjadi perhatian kita bersama. Jadi, jangan lepas tangan. Jangan hanya asyik pikirkan diri sendiri. Pikirkanlah ini dengan kritis: bahwa kalaupun kita tidak memilih (menjadi golput), toh akan ada orang-orang yang terpilih dan niscaya menjadi pemimpin kita juga. ”Biarlah, toh mereka bukan pemimpin saya, kan saya tidak memilih mereka?” Mungkin ada yang berpikir begitu. Pahamilah baik-baik, suka atau tidak suka, para caleg yang terpilih nanti akan menjadi pemimpin kita. Merekalah yang akan terlibat di parlemen nanti dalam rangka membuat kebijakan-kebijakan publik, menetapkan anggaran untuk program pembangunan ini dan itu, mengawasi pemerintah dalam kerja-kerjanya sehari-hari, dan lain sebagainya.

Jadi, jauh lebih baik jika kita memilih daripada tidak. Namun, sekali lagi ingat, memilihlah secara cerdas. Jangan memilih caleg karena uang atau sembako yang mereka bagikan, tetapi pilihlah karena kita tahu mereka berkualitas, berintegritas, dan berkarakter ”pas” sebagai pemimpin.
Sebab, merekalah yang akan mengelola modalitas besar yang kita miliki, yang setidaknya dapat dibagi empat:
  • 1) modal intelektual;
  • 2) modal sosial;
  • 3) modal struktural;
  • 4) modal material.

Mengacu pada ahli politik pertahanan asal AS, Hans Morgenthau (1947), Indonesia dengan modalitasnya itu sebenarnya mampu menjadi pemimpin dunia. Hanya saja soalnya, siapa yang mengelola dan bagaimana cara mengelola modalitas tersebut.


Kembali pada caleg-caleg yang akan kita pilih pada 9 April nanti, ingatlah juga agar jangan kita memilih mereka karena “janji-janji manis” yang ditawarkan – entah itu diberi nama visi-misi atau program kerja. Sebaliknya, pilihlah mereka yang berani menjual dirinya sendiri. Apa maksudnya? Di lembaga-lembaga negara nanti, wakil rakyat yang sejati adalah mereka yang siap bertarung secara argumentatif demi memenangkan kebijakan-keputusan yang terbaik bagi rakyat. Itu berarti, bukan saja mereka harus berani bersuara lantang, tetapi juga siap menghadapi risiko yang mungkin dihadapi. Pendeknya, mereka adalah orang-orang yang rela mengorbankan dirinya demi rakyat.

Siapa yang dipilih dalam pemilu atau pilkada

Untuk itu kita harus tahu bahwa yang akan kita pilih pada 9 April 2009 adalah: 1) calon anggota DPR (mewakili rakyat dari partai politik di aras nasional); 2) calon anggota DPRD (mewakili rakyat dari partai politik di aras provinsi di mana kita berdomisili) ; 3) calon anggota DPD (menjadi utusan daerah tanpa partai politik dari provinsi di mana kita berdomisili) . Jika kita berdomisili di daerah kabupaten atau kotamadya, maka pilihan itu bertambah satu lagi: 4) calon anggota DPRD Tingkat II (dengan sendirinya DPRD di nomor 2 menjadi DPRD Tingkat I).

Setelah semua anggota DPR/DPRD/DPD hasil pemilu itu diumumkan, barulah kita akan masuk pada Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden tanggal 7 Juli nanti. Prinsipnya sama: memilihlah secara cerdas. Ingat, masa depan Indonesia selama lima tahun ke depan akan ditentukan oleh presiden, wakil presiden, dan wakil rakyat yang kita pilih itu.

Ekses Pemilu atau pilkada

Jadi jelaslah, keberadaan para wakil rakyat itu sangat penting artinya bagi kita. Jika kebanyakan wakil rakyat itu adalah orang-orang yang tidak bermutu, maka makin tidak bermutu pulalah kehidupan kita kelak. Begitu pula sebaliknya. Karena itu berharaplah agar setidaknya 90% wakil rakyat yang terpilih untuk periode 2009-2014 nanti adalah orang-orang yang berkualitas dan berintegritas. Itu berarti, selain memiliki wawasan dan intelektualitas yang memadai, mereka juga berkarakter ”pas” sebagai pemimpin, yakni yang berani bersuara lantang demi kebenaran dan siap menghadapi pelbagai risikonya.

Jika harapan itu tercapai, niscaya Indonesia yang adil dan sejahtera dapat diwujudkan dalam waktu yang tak terlalu lama lagi. Sebaliknya, jika mereka yang akan duduk di lembaga legislatif itu adalah orang-orang yang umumnya kurang berkualitas dan kurang berintegritas, niscaya Indonesia tetap begini-begini saja atau malah terpuruk.

Pemilu atau Pilkada - 03

Kedua, camkanlah sebuah prinsip penting dalam rangka memasuki hari “H” 9 April. Yakni: memilihlah secara rasional dan kalkulatif. Itulah pemilih yang cerdas, yang tidak asal pilih. Dasar berpikirnya begini: jika ia memilih seorang caleg, maka si caleg itu nantinya harus dapat menghasilkan hal-hal yang positif bagi kemaslahatan hidup rakyat. Untuk itulah ia melakukan seleksi ketat terhadap caleg-caleg yang akan dipilihnya. Ia mengumpulkan data dan profil para caleg itu selengkap mungkin, lalu mendiskusikannya dengan orang-orang lain yang berkompeten.

Kebalikan dari itu adalah pemilih tak cerdas. Ia berpikir bahwa memilih itu relatif murah harganya. Hanya perlu meluangkan waktu sebentar saja untuk datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS), lalu contreng sana contreng sini, selesailah sudah. Bahwa para caleg yang dipilih itu kurang berintegritas dan berkualitas, peduli apa. “Toh, saya punya kehidupan sendiri yang tidak akan terpengaruh oleh keberadaan mereka di lembaga legislatif nanti,” mungkin begitu cara berpikir mereka. “Toh, saya tidak rugi.” Begitulah pertimbangannya. Betul-betul tidak kalkulatif.

Inilah yang perlu dikritisi. Kita harus memahami bahwa pemilu adalah bagian dari proses politik yang harus diselenggarakan secara periodik oleh negara republik dan demokratis seperti Indonesia. Melalui pemilulah kita selaku rakyat menempatkan sejumlah orang di lembaga legislatif untuk mewakili kita dalam rangka pembuatan kebijakan publik, perumusan anggaran negara untuk melaksanakan program-program pembangunannya, dan untuk mengawasi kinerja pemerintah. Jadi jelaslah, hampir semua urusan kehidupan kita sehari-hari diatur oleh kebijakan mereka. Makin besar atau makin kecilnya anggaran pemerintah untuk mengelola lingkungan hidup, kesehatan-sanitasi, pendidikan, transportasi, dan lain sebagainya, semuanya juga tergantung pada mereka.

Jadi jelaslah, keberadaan para wakil rakyat itu sangat penting artinya bagi kita. Jika kebanyakan wakil rakyat itu adalah orang-orang yang tidak bermutu, maka makin tidak bermutu pulalah kehidupan kita kelak. Begitu pula sebaliknya. Karena itu berharaplah agar setidaknya 90% wakil rakyat yang terpilih untuk periode 2009-2014 nanti adalah orang-orang yang berkualitas dan berintegritas. Itu berarti, selain memiliki wawasan dan intelektualitas yang memadai, mereka juga berkarakter ”pas” sebagai pemimpin, yakni yang berani bersuara lantang demi kebenaran dan siap menghadapi pelbagai risikonya.

Pemilu atau Pilkada - 02

Pertama, pemilu ataupun pilkada apa sejenisnya adalah sarana untuk perubahan di masa depan. Jadi, tujuannya adalah perubahan. Sedangkan pemilu adalah alat yang harus kita gunakan. Untuk itulah kita sepatutnya berpartisipasi, jika kita merasa terpanggil untuk ikut menjadi penentu masa depan Indonesia -- bukan sekadar penonton. Tapi nanti, bagaimana jika orang-orang yang kita pilih nanti untuk menjadi pejabat-pejabat publik itu sama saja dengan yang sudah-sudah (korup, lupa diri, dan yang sejenisnya)? Tidak, tak mungkin sama. Pasti ada bedanya. Bukankah sudah terbukti bahwa era sekarang jauh berbeda dengan era Soeharto?

Jadi, janganlah menggeneralisir. Memang, sangat mungkin para wakil rakyat yang terpilih nanti juga banyak yang tidak berkualitas. Benar, tak ada jaminan bahwa orang-orang yang kita pilih nanti betul-betul sesuai harapan. Tapi paling tidak, kita masih punya harapan, sehingga karena itulah kita harus memilih orang-orang yang setidaknya sudah kita ketahui rekam-jejaknya.

Noam Chomsky, seorang ilmuwan politik asal Amerika Serikat (AS), pernah berkata begini: “Jika Anda berlaku seolah-olah tak ada peluang bagi perubahan, maka sebetulnya Anda sedang menjamin bahwa memang tak akan ada perubahan.” Ia benar. Kitalah yang harus memperjuangkan perubahan itu dengan cara terlibat aktif di dalamnya. Berdasarkan itu sambutlah pemilu sebagai warga negara yang bertanggungjawab, yang ingin melihat masa depan Indonesia lebih baik. Karena itu pula, selepas pemilu nanti, pantaulah terus orang-orang yang telah kita pilih, agar mereka tetap “berada di jalan yang benar” ketika mereka sudah duduk di jabatan-jabatan publik yang strategis itu.

Pemilu atau Pilkada - 01

Pemilu Legislatif 9 April 2009 sudah di ambang pintu. Boleh jadi masih banyak di antara kita yang masih bertanya-tanya seperti ini: “Apa sih gunanya ikut pemilu? Lagi pula saya tidak kenal seorang pun di antara para caleg (calon anggota legislatif) yang sudah memenuhi jalan-jalan dengan alat-alat kampanyenya itu, jadi bagaimana saya mau memilih mereka?”

Baiklah kita bahas kedua pertanyaan itu satu persatu